Memasuki bulan kemerdekaan Republik Indonesia, tentu banyak yang bisa dilakukan untuk merayakannya. Salah satunya adalah refleksi mengenai sejarah di balik proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Momentum pembacaan teks proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan salah satu momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada momen tersebut, Indonesia dengan bangga memperkenalkan diri di hadapan dunia dan menyatakan diri telah merdeka.
Tidak banyak yang mengetahui, dalam momentum tersebut ternyata menyimpan berbagai fakta unik dan tersembunyi. Mulai dari Soekarno yang tengah sakit saat membacakan teks proklamasi hingga fakta bahwa teks proklamasi tersbeut ditemukan di tempat sampah.
Berikut 9 fakta menarik saat momen kemerdekaan Indonesia yang termaktub dalam buku Indonesia Poenya Tjerita:
1. Soekarno sakit menjelang pembacaan proklamasi

Sebelum membacakan teks proklamasi, Bung Karno ternyata tengah sakit. Dua jam sebelum pembacaan, Soekarno masih tertidur pulas di kamarnya di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta Pusat.
Soekarno ternyata terserang malaria tertiana. Suhu badannya saat itu sagat tinggi. Dokter pribadinya datang dan memberikan obat untuk menurunkan panas tubuh Bung Karno.
Bung Karno terbangun pada pukul 09.00 pagi dan tepat pukul 10.00 Bung Karno membacakan teks proklamasi kemerdaan Indonesia.
2. Naskah asli proklamasi ditemukan di tempat sampah

Siapa yang menyangka naskah asli teks proklamasi sempat ditemukan di tempat sampah. Naskah tulisan tangan Bung Karno serta telah ditandatangani Muhammad Hatta pada mulanya tidak bisa disimpan oleh pemerintah Indonesia.
Siapakah yang menyimpan naskah tersebut? Ternyata adalah seorang wartawan bernama B.M Diah.
Diah disebut menemukan naskah asli di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda. Naskah tersbeut ditemukan pada 17 Agustus 1945 dini hari.
Sang wartawan itu kemudian menyerahkan naskah asli tersebut kepada Presiden Soeharto setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.
3. Bahan asli sang saka merah putih ternyata sprei dan kain tukang soto

Sang saka merah putih yang pertama kali dikibarkan ternyata terbuat dari bahan-bahan sederhana. Siapa yang menyangka bahwa sang saka merah putih terbuat dari bahan kain sprei dan kain milik tukang soto.
Dalam buku Indonesia Poenya Tjerita, salah satu versi sejarah mengatakan kain putih bendera resmi pertama Indonesia terbuat dari sprei. Sedangkan kain merahnya merupakan milik salah satu tukang soto.
4. Palestina mengakui kemerdekaan Indonesia setahun lebih cepat

Uniknya, negara Palestina secara de facto telah mengakui Republik indonesia sebagai suatu negara yang merdeka setahun sebelum Soekarno memproklamirkan kemerdekaa Indonesia. Palestina mengakui kemerdekaan Indonesia pada 6 September 1944.
Pengakuan tersebut lantas disebarluaskan ke seluruh dunia Islam oleh seorang Mufti besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al Husaini. Palestina juga lantas mendesak negara-negara Timur Tengah lainnya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
5. Foto detik-detik proklamasi direbut Jepang

Salah satu bukti sejarah kemerdekaan Indonesia hampir jatuh ke tangan Jepang. France Mendoer seorang fotografer Ipphos yang datang mengabadikan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata didatangi tentara Jepang.
Tentara Jepang tersebut ingin merampas negatif film dari foto-foto tersebut. anmun France memilih berbohong dan mengatakan bahwa filmnya sudah ia serahkan kepada barisan pelopor.
Padahal France telah menanam negatif film momen bersejarah itu di bawah pohon di halaman kantor harian Asia Raja. Berkat jasanya, hingga saat ini seluruh rakyat Indonesia dapat melihat suasana dalam momen bersejarah itu.
6. Suara pembacaan teks proklamasi awalnya bukan suara Soekarno

Pembacaan teks proklamasi yang orisinal ternyata sempat tidak terekam. Sehingga membuat Bung karno harus mengulangi lagi pembacaan teks tersebut.
Ialah Yusuf Ronodipuro yang berkenan melakukan pembacaan ulang teks proklamasi. Tepatnya pada tahun 1951, enam tahun pasca Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sedangkan pembacaan yang diudarakan melalui pemancar RRI khusus saluran luar negeri pada 17 Agustus 1945 malam adalah suara Yusuf Ronodipuro, bukan suara Bung Karno pada pagi hari saat pembacaan.
Baca juga: Memperingati Hari Pancasila, Bagaimana Sejarahnya?