Baru-baru ini, presenter, selebriti dan mentalist Deddy Corbuzier mengumumkan dirinya dinyatkan terpapar dan positif COVID-19 dan mengalami kondisi yang buruk akibat terserang badai sitokin.
Badai sitokin merupakan salah satu komplikasi yang bisa dialami oleh penderita COVID-19. Kondisi ini perlu diwaspadai dan perlu segera ditangani secara intensif.
Pasalnya, jika dibiarkan tanpa penanganan yang serius, penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ hingga kematian.
Sitokin adalah salah satu protein yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Dalam kondisi nrmal, sitokin membantu sistem imun dalam berkoordinasi dengan baik dalam melawan bakteri atau virus penyebab infeksi.
Fungsi Sitokin Sebelum Terjadi Badai Sitokin pada Infeksi COVID-19

Sistem kekebalan tubuh terdiri dari banyak komponen. Terdapat sel-sel darah putih, antibodi dan sebagainya. Tiap komponen bekerja sama untuk mengenali patogen (bibit penyakit), membunuhnya dan membentuk pertahanan tubuh jangka panjang.
Agar dapat menjalankan fungsinya, tiap komponen pada sistem kekebalan tubuh harus berkomunikasi antara satu sama lain. Di sinilah peran sitokin dibutuhkan.
Sitokin terbagi berdasarkan jenis sel yang memproduksinya atau cara kerjanya dalam tubuh. Terdapat empat macam sitokin, yaitu:
- Limfokin, diproduksi oleh sel limfosit-T. Berfungsi untuk mengerahkan respons sistem imun menuju daerah infeksi.
- Monokin, diproduksi oleh sel monosit. Berfungsi untuk mengarahkan sel-sel neutrofil yang akan membunuh patogen.
- Kemokin, diproduksi oeh sel sistem imun. Berfungsi untk memicu perpindahan respons imun ke daerah infeksi.
- Interleukin, diproduksi oleh sel darah putih. Berfungsi untuk mengatur produksi, pertumbuhan dan pergerakan respons imun dalam reaksi peradangan.
Saat SARS-CoV-2 alias virus Corona memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin. Sitokin kemudian bergerak menuju jaringan yang terinfeksi dan berkaitan dengan reseptor sel tersebut untuk memicu reaksi peradangan.
Ketika terjadi peradangan, sel-sel darah putih akan bergerak menuju darah atau jaringan yang terinfeksi untuk melindunginya dari penyakit.
Pada kasus COVID-19, sitokin bergerak menuju jaringan paru-paru untuk melindunginya dari serangan SARS-CoV-2.
Perdangan ini sebenarnya berguna untuk membunuh patogen, namun reaksi ini juga dapat menimbulkan demam dan gejala COVID-19 lainnya.
Setelah beberapa waktu, barulah peradangan mereda dan sistem imun tubuh dapat melawan virus dengan sendirinya.
Mengenal Badai Sitokin pada Pasien COVID-19

Banyak pasien COVID-19 yang meninggal akibat sistem kekebalan tubuhnya tidak mampu melawan infeksi. Virus pun memperbanyak diri dengan cepat, menyebabkan kegagalan beberapa organ sekaligus hingga akhirnya mengakibatkan kematian.
Melansir Hello Sehat, beberapa dokter dan ilmuwan menemukan pola tidak biasa pada sejumlah pasien COVID-19. Pasien-pasien ini mengalami gejala ringan, tampak membaik, namun selang beberapa hari kondisi mereka menurun drastis hingga kritis atau meninggal.
Penurunan kondisi ini menurut Dr. Pavan Bhatraju, dokter ICU di Harborview Medical Center Seattle Amerika Serikat, umumnya terjadi setelah tujuh hari dan lebih banyak ditemukan pada pasien COVID-19 yang sehat dan masih muda.
Mereka meyakini bahwa penyebabnya adalah produksi sitokin yang berlebihan atau dikenal sebagai cytokine storm atau badai sitokin. Alih-alih melawan infeksi, kondisi ini justru dapat menyebabkan kerusakan organ dan berakibat fatal.
Dalam kondisi normal, sitokin hanya berfungsi sebentar dan akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi. Pada kondisi badai sitokin, sitokin terus mengirimkan sinyal sehingga sel-sel kekebalan tubuh terus berdatangan dan bereaksi di luar kendali.
Paru-paru mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus. Peradangan pun bisa terus terjadi meski infeksi sudah selesai. Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru.
Akibatnya, jaringan paru-paru akan mengalami kerusakan. Kondisi pasien yang tadinya sudah membaik berakhir memburuk. Pasien yang awalnya hanya memerlukan sedikit oksigen bisa saja mengalami gagal napas hanya dalam wkatu semalam.
Dampak badai sitokin begitu drastis dan cepat. Tanpa penanganan yang tepat, fungsi paru-paru pasien dapat menurun hingga membuat pasien sulit untuk bernapas. Di sisi lain, infeksi terus bertambah parah dan mengakibatkan kegagalan organ.
Gejala Badai Sitokin pada Penderita COVID-19

Sebagian besar penderita COVID-19 yang juga terserang badai sitokin mengalami demam dan sesak napas hingga membutuhkan alat bantu napas atau ventilator. Kondisi ini biasanya terjadi sekitar 6-7 hari setelah gejala COVID-19 muncul.
Selain demam, kondisi ini juga menyebabkan berbagai gejala pada pasien, di antaranya:
- Kedinginan atau menggigil
- Kelelahan
- Pembengkakan di tungkai
- Mual dan muntah
- Nyeri otot dan persendian
- Sakit kepala
- Ruam kulit
- Batuk
- Napas cepat
- Kejang
- Sulit mengendalikan gerakan
- Kebingungan dan halusinasi
- Tekanan darah sangat rendah
- Penggumpalan darah
Pada penderita COVID-19, badai sitokin dapat menyebabkan kerusakan organ yang bisa mengancam nyawa. Agar terhindar dari kondisi serius ini, Anda disarankan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan kapan saja dan di mana saja.
Sumber: Hello Sehat
Baca juga: Satgas Ungkap COVID-19 Akan Jadi Endemi, Apa Dampaknya?